Minggu, 18 Oktober 2015

REVI'L Cerbung ''Muara Hati part 3" oleh Dwi Fatmawati

MUARA HATI part 3

“Vi …” Panggil Reza berbisik di balik punggungku
“Hemmm …” Balasku males yang memang sudah lelah ingin segera mengistirahatkankan mata
“Balik badan donk… masa aku ngomong sama punggungmu ..” Reza protes lagi, akupun membalikkan badanku berhadapan dengannya.
“Kenapa ?”. Tanyaku, Reza tersenyum manis
“Nggak apa-apa, aku fikir kamu masih marah …”
“Masih tapi sedikit ..” balasku sambil memejamkan mata
“Ngantuk ya … ?”
“Mmmmm” Jawabku lagi
“Ya udah bubu gih … malem sayang nice dream ya ..” ucap Reza sambil mencium keningku. Mendekapku hangat penuh kasih, dan kamipun terlelap.”
Siang yang cerah, bitir matahari seperti hendak menerobos diantara pepohonan yang rindang di kota metropolitan ini. Meskipun sudah langka, namun setidaknya keberadannya di tengah gedung-gedung yang menjulang tinggi bisa memberikan sedikit sinar teduh untuk penghuninya. Hari ini Reza dan aku sama-sama masuk ke kantor. Setelah libur cuti tiga hari dan di tambah libur satu hari di tanggal merah akhir pekan.
Aku dan reza tak sekantor, kami sama-sama bekerja di perusahaan yang berbeda. Dulu selepas lulus dari universitas Reza yang memang lebih dulu lulusnya langsung di terima di sebuah perusahaan besar di bidang tekstil. Reza berutung bisa langsung menjabat sebagai menejer. Dia tidak perlu terjun kelapangan, hanya sesekali saja untuk mengecek kinerja karyawannya. Sementara aku harus merangkak terlebih dahulu hingga aku bisa menjabat menjadi menejer di perusahaan tekstil juga. Kebetulan kami berdua kuliah di bidang menejemen.
“Vi, makan siang nanti sama siapa ?” Tanya Kak Yayat, saudara sepupu Reza. Dia adalah pemilik perusahaan ini. Meskipun dia pemilik perusahaan atau presiden perusahaan tapi kedudukanku saat ini adalah hasil dari kerja kerasku murni tak ada campur tangan darinya.
“Hai Kak .. makan siang bareng kak Reza. Katanya si dia mau kesini. Kakak ikut aja makan bareng kami.” Ajakku
“Boleh-boleh, nanti samperin aku ke ruangan ya ?”
“Oke deh kak ..”
Beginilah kami, jika tak ada karyawan kita menggunakan bahasa non formal. Tapi kalau ada karyawan saat bekerja kita sepakat untuk professional. Jam makan siangpun datang, aku menunggu Reza di ruanganku. Beberapakali aku sms namun tak ada balasan, begitu juga dengan telepn tak ada jawaban yang pasti. Hingga pada akhirny jam makan siang berakhir, Reza masih diam tak ada kejelasan. Aku berfikir positif, mungkin dia sedang sibuk. Takmungkin juga aku menghubingi sekertarisnya. Mendengar namanya saja aku bisa terbakar api cemburu apaagi jika harus menelponnya menanyakan Reza padanya.
“Vi, kamu ggak makan siang tadi ya ?” Tanya Kak Yayat di dalam lift.
“Maaf kak, tadi aku lupa memberitahu kamu. Reza nggak dateng tadi, entah dia kemana. Aku hubingi dia tapi nggak ada jawaban.” Raut wajahku sedikit kecewa
“Mungkin dia ada rapat mendadak. Kamu nggak telpon ke kantornya ?”
“Nggak kak, biar saja. Nanti kita juga bertemu di rumah.”
“aku antar kamu pulang ya ?
Aku mengangguk, aku menerima ajakannya. Kebetulan Rumah Kak Yayat yang kebetulan masih satu komplek perumahan dengan kami.
“Kak gimana kabar bagas ?” Aku menanyakan kabar bagas anak dari kak Yayat yang kemarin habis sakit.
“Alhamdulillah sudah sehat, Maminya sangat cekatan dan tanggap kalau anaknya sakit. Bahkan suaminya sendiri juga di lupakan.” Cerita Kak Yayat sambil menyetir
“Jangan blang kamu cemburu ?” Ledekku
“Ya sedikit, tapi ya memang begitulah ibu-ibu. Nanti kalau kam punya anak, kamu pasti akan mersakan kalau duniamu ta lagi untuk Reza, tapi untuk anakmu.”
“Iya kah .. aku masih tak percaya ..”
“Kamu boleh buktikan kata-kataku.”
Kami berdua tertawa terahak. Dari sekian banyak keluarga Reza hanya Yayatlah yang paling deat denganku. Selain karena kita satu kerjaan, setiap kali aku dan rza ada masalah aku selalu curhat kepadnya begitu dengan Reza. Jadi dia sangat tahu bagaimana hubungan kami dari awal perkenalan hingga kami berdua memutuskan untu menikah.
……..
Pukul Sembilan malam, Reza tak kunjung juga pulang. Masakanku juga sudah dingin mungkin tak enak lagi untuk dimakan. Fikiranku sudah melayang kemana-mana, di tambah lagi hp Reza kini tak aktif. Aku bolak-balik keluar masik rumah hanya untuk menunggu kedatangan suamiku itu, namun tanda-tanda kepulangannyapun belum juga terlihat.
Malam ini aku sangat merasa kesepian, entah sudah berapa kali aku menegok jam dinding yang tergantung di ruang tamu. Akupun lelah dan akhirnya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu, meskipun sejujurnya hati ini tak tega membiarkan suamiku pulan tanpa sambutan.
Tak selang berapa lama aku yang terbangun dari tidur nyanyakku untuk ke kamar mandi, mendengar suara mobil masuk ke garasi rumah. Aku melihat jam kecil di meja lampu tidurku. Jam sebelas malam, dari mana saja dia. Batinku terus bertanya-tanya dengan kesal. Aku mengambil hpku mengecek adakah pesan atau panggilan dari Reza namun hasilnya nihil. Itu berarti selama tidur tadi dia tak menghubungi aku, hingga akhirnya dia pulang hamper tengah malam.
Aku menarik selimutku kembali, aku tak ingin menyapanya. Hati ini mulai marah terbakar rasa kesal yang mendalam. Namun sebelumnya aku sudah menyiapkan air hangat di kamar manid dan pakain ganti untuknya. Aku mendengar langkah kakinya menaiki anak tangga, malam yang sunyi sangat mudah untukku menangkap suara langkah itu. Tak selang berapa pintu kamarkupun terbuka. reza sangat mudah masuk karena sengaja tak aku konci. Dia menyalakan lampu kamar hingga terasa sangat terang dimataku yang pura-pura terlelap.
“Vi ..” Panggil Reza lirih
Aku sengaja tak menjawabnya hingga beberapa kali, aku lupa tidak menyiapkan air putih di kamar. Mungkin dia sedikit kesal karena aku tak membalas panggilannya. Akhirnya dia kembali turun menuju dapur dan kembali ke kamar dengan membawa satu botol air putih beserta gelasnya.
Sementara Reza mandi aku yang tak tega langsung bangun dari tidur pura-puraku. Langsung saja aku mengemasi tasnya yang tergletak diatas kasur. Meletakknnya di tempat kerjanya. Aku juga menghangatkan beberapa makan, mungkin saja dia belum makan dan lapar.
“Hai … sudah bangun ..” Ucap Reza saat keluar dari kamar mandi
“Makasih ya air hangatnya.”
“Makanlah dulu sebelum tidur, aku sudah menyiapkannya di bawah.” Ucapku lalu kembali memposisikan tubuhku di kasur.
“Kamu ngak mau nemenin aku makan ?” Reza mendekat kea rah kasur dan duduk tepat di ujung kakiku
“Makanlah sendiri, aku ngantuk.”
“Baiklah ..”
Reza makan sendiri di bawah, aku menengoknya sebentar. Rupanya dia sudah selesai dan sedang membereskan meja. Mencuci piring dan gelas yang ia gunakan. Dan setelah itu kembali ke kamar berbaring di sampinku
“Jangan hokum aku seperti ini Vi ..” Reza memecahkan keheningan malam
“Aku tahu kamu kesel bahkan marah, maaf ya. Lain kali aku janji hal ini tak akan terulang lagi.” Jelasnya sambil memelukkudari belakang
“Tidurlah, aku tak mau berdebat.”
Seiring dengan jarum jam yang berjalan. Suara riuh beberapa kendaraan penghuni rumah di perumahan ini sudah terdengar. Adzan subuhpun telah berkumandang dengan lantangnya, salng bersautan antar masij yang satu dan masjid yang lainnya. Aku terbangun dari tidurku, membangunkan suamiku yang masih sangat mengantuk dan kelelahan. Membersihkan diri dan menunakan yang wajib.
Seperti biasa selepas sholat kita berdua sengaja untuk membiasakan diri mengaji. Reza membimbingku dengan telaten. Dia yang begitu fasih dalam membaca Al-Quran begitu sangat sabar dalam membimbingku, meskipun aku sudah lancar, namun masih jauh dari kemampuan dia. Lepas itu aku membuatkannya sarapan dan kita sama-sama bersiap untuk kekantor sebelum akhirnya kita menyantap sarapan ayang sudah aku buat.
“Kemarin seharian kamu kemana, bahkan sampai malam tak ada kabar ?” aku meminta penjelasan darinya
“Kemarin aku ke puncak bertemu klien. Aku berangkat dar kantor pas jam makan siang dan embali dari sana pukul delalapan malam.”
“Senangnya jalan sama sekertaris seharian sampai lupa ngabarin istrnya sendiri ?”
“Vi, jangan mulailah.”
“Siapa yang mulai, itu kenyataannya.” Aku tak lagi nafsu makan
“Tolong ngertiin aku, jangan sedikit-sedikit marah .” Reza kesal dan menaruh sendoknya dengan keras.
“Aku heran sama kamu Za, dimana letak fikiran kamu coba. Dulu aku mungkin cuek sama kamu, kamu mau pulang kerja jam berapa silahkan monggo terserah saja. Tapi aku ini istri kamu za, wajar kalau aku Tanya dan khawatir. Lagi apa suamiku, sama siapa, udah makan atau belum. Hanya sms sekali aja balas pesan aku kamu aja nggak  bisa.”
Pertengkaran pagi inipun tak bisa terelakkan, seandainya saja kita tak masuk kantor mungkin akan terus berlanjut pertengkaran ini pagi ini. Aku berangkat dengan mobilku begitu dengan Reza. Tanpa ada pamit aku pergi terlebih dahulu, Reza memandangi mobilku yang melaju terlebih dahulu. Setelah itu mungkin dia juga ikut berangkat jalan di belakangku.
“Bu … bu Evi …” Panggil sekertarisku
“Ya gimana Nia ?” Jawabku kaget
“Ibu nggak apa-apa ?”
“Nggak… Kenapa ?”
“Hari ini kita ada kunjugan dari perusahaan Pak Reza bu, apa ibi mau ikut menemuinya ?”
Aku hamper lupa kalau kemarin kita sepakat untuk bekerja sama dengan perusahaan dimana Reza bekerja. Dan hari ini rencananya ada kunjungan ke pabrik, tapi sepertinya moodku sedang hilang untuk menemuinya. Biarlah saja Kak Yayat yang turun langsung, toh hanya Reza yag datang beserta sekertarisnya. Akupun bisa manyuruh Kania sekertarisku untuk mengantikanku.
“bu … “ Kania membangunkanku lagi dari lamuman.
“Aku sedikit tidak enak badan, lagi pula aku mau mengreksi beberapa berkas. Tolongkamu gantikan saya dan ikut mendampingi pak Yayat menemui Pak Reza ya ?” Aku memohon
“Baiklah Bu, biar nanti saya hubungi pak Yayat.”
“Ya sudah, makasih ya ?”
Aku pergi ke dapur kantor untuk membuat minuman hangat, penyegar tubuh. Beberapa office boy ingin membantuku tapi aku menolaknya. Aku masih bisa melaukannya sendiri. Aku melewatkan pertemuan itu, aku sudah mengrimkan pesan pribadi kepada kak Yayat. Kak Yayat mengizinkanku kali ini, meskipun sedikit berat karena bagaimanapun seharusnya aku bisa berlaku professional. Jujur aku masih sakit hati dengan perkataan reza pagi tadi hingga membuat aku tak ingin bertemu dengan dia dulu.
……… Pabrik …..
“Kamu marahan lagi sama istrimu za ?:” Tanya Kak Yayat saat selesai berkeliling
“Iya, aku berantem lagi gara-gara kemarin seharian nggak ngabarin dia.”
“kamu pulang jam berapa kemarin .. ?”
“Jam sebelas ..”
“Dari pagi hingga malam kamu nggak kabari dia ?”
“Nggak …”
“Jelaslah Istrimu marah, kamu  tuh ya gila Za. Emang nggak ada waktu ya semenit aja buat kasih tahu dia ?”
“Kau tahu sendiri kalau aku lagi fokus kerja aku pasti lupa segalanya.”
Yayat memberi  nasehat kepada Reza agar tidak mengulangi hal serupa. Dia juga nggak mau masalah rumah tangga mereka berakibat fatal buat dengan pekerjaan evi di kantor. Yayat ingin evi tetep fokus dengan pekerjaannya.
…… Satu Tahun Pernikahan ……….
Ternyata kehidupan setelah pernikahan bukanlah kehidupan yang mudah dan sederhana, sesederhana masa pendekatanan dulu. Banyak sekali yang berbeda, dan aku sudah merasakannya. Satu tahun sudah perjalanan pernikahanku dan Reza. Sedikit demi sedikit kita belajar untuk menyesuaikan diri. Mulai dari kita berdua bangun tidur hingga tidur lagi. Banyak sekali pelajaran yang harus aku pelajari, aku belajar dari ibu dan mertuaku. Bahkan kadang aku bertanya kepada sahabat-sahabatku yang sudah lebih dahulu berumah tangga.
Kesibukanku seakin hari semakin padat saja di kantor, bahkan kadang aku pulang lebih larut di bandingkan Reza yang mulai santai dengan pekerjaannya. Aku merasa tak enak hati jika selalu pulang telat, seharusnya aku yang berdiri di depan pintu rumah menyambutnya. Bukan dia yang menyambut diriku saat pulang. Bahkan terkadang dia yang menyiapkan makan malam untuk kami, sampai sekarang kami tidak memakai pembatu. Kami ingin mengurus semuanya sendiri, mandiri.
Pertengkaran yang biasanya menghiasi rumah kami sekarang sedikit berkurang, Reza sudah faham dengan mauku begitupun denga dia. Kita berdua memutuskan jika disetiap malam sebelum mata kami terlelap, kami akan saling berkomunikasi menceritakan aktivitas kami, serta saling mengkritik untuk menghindari pertengkaraan hebat seperti dulu. Kami tahu kehidupan pernikahan kami masih sangat muda, jika kita tidak berhati-hati maka bisa fatal akibatnya.
“yang, kamu seriusan mau nglepasin pekerjaanmu di tempat kak Yayat ?” reza menyakinkan kembali niatku yang ingin keluar dari perusahaan saudaranya itu
“Iya, aku ingin jadi ibu rumah tangga aja. Toh aku masih bisa mengerjakan yang lain sambil fikir-fikir nanti.” Jelasku yang ingin memulai usaha rumahan saja
“kalau memang itu sudah menjadi keputusanmu, aku si terserah kamu aja deh.”
“Tapi kamu setuju ?”
“Aku setuju…”
Hari-hariku dan Reza kini begitu bahagia, apalgagi setelah aku lepas dari perusahaan dan aku abdikan diriku sepenuhnya kepada suamiku. Kami masih menjalani hidup berduasaja. Kita belum dikaruani tuhan momongan seperti pasangan yang lain. Tapi kami anggap ini sebagai pendalaman agar kami bisa saling memahami lagi satu dan yang lainnya. Usia pernikahan kami saja masih muda.
“Hai .. kenapa melamun ?” Tanya Reza yang menghampiri aku yang sedang duduk di tepian  kolam renang.
“Nggak apa-apa, mau berenang ?” tanyaku mengalihkan
“malam-malam gini kamu suruh aku berenang, tega ya ?” ucap reza sambil membelai hangat kepalaku.
“Siapa tahu …”balasku tersenyum
“Kak tak terasaya satu tahun sudah kita jalani pernikahan ini. Aku masih tak percaya saja dengan semua ini.” Curhatku di bawah langit malam yang bertaburan bintang
“Nggak Cuma kamu, akupun seperti itu. Makasih ya sudah membalas rasa cintaku, makasih sudah sabar mendampingi aku, makasih juga udah nggak marah-marah lagi.”
“Ini nih yang aku nggak suka, awalnya manis belakangnya ..” aku ketawa mendengar ucapan reza yang berterimakasih karena aku tak marah-marah lagi padanya.
Kami saling tertawa berdua di tepian kolam, sambil menikmat hembusan yangin malam yang lama-kelamaan menusuk ke tulang-tulang tubuh kami. Dingin, namun rasanya kami tak ingin beranjak dari tempat ini. Hiasan taburan bintang di langit sangat sayang untuk kami berdua lewatkan. Keindahan yang gratis ini untuk kami nikmati begitu sangat mempesona. Hingga dinginnya malampun rela kami berdua terjang demi untuk menikmatinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar