MUARA HATI part 3
“Vi …” Panggil Reza berbisik di balik punggungku
“Hemmm …” Balasku males yang memang sudah lelah ingin segera mengistirahatkankan mata
“Balik badan donk… masa aku ngomong sama punggungmu ..” Reza protes lagi, akupun membalikkan badanku berhadapan dengannya.
“Kenapa ?”. Tanyaku, Reza tersenyum manis
“Nggak apa-apa, aku fikir kamu masih marah …”
“Masih tapi sedikit ..” balasku sambil memejamkan mata
“Ngantuk ya … ?”
“Mmmmm” Jawabku lagi
“Ya
udah bubu gih … malem sayang nice dream ya ..” ucap Reza sambil mencium
keningku. Mendekapku hangat penuh kasih, dan kamipun terlelap.”
Siang
yang cerah, bitir matahari seperti hendak menerobos diantara pepohonan
yang rindang di kota metropolitan ini. Meskipun sudah langka, namun
setidaknya keberadannya di tengah gedung-gedung yang menjulang tinggi
bisa memberikan sedikit sinar teduh untuk penghuninya. Hari ini Reza dan
aku sama-sama masuk ke kantor. Setelah libur cuti tiga hari dan di
tambah libur satu hari di tanggal merah akhir pekan.
Aku dan reza
tak sekantor, kami sama-sama bekerja di perusahaan yang berbeda. Dulu
selepas lulus dari universitas Reza yang memang lebih dulu lulusnya
langsung di terima di sebuah perusahaan besar di bidang tekstil. Reza
berutung bisa langsung menjabat sebagai menejer. Dia tidak perlu terjun
kelapangan, hanya sesekali saja untuk mengecek kinerja karyawannya.
Sementara aku harus merangkak terlebih dahulu hingga aku bisa menjabat
menjadi menejer di perusahaan tekstil juga. Kebetulan kami berdua kuliah
di bidang menejemen.
“Vi, makan siang nanti sama siapa ?” Tanya
Kak Yayat, saudara sepupu Reza. Dia adalah pemilik perusahaan ini.
Meskipun dia pemilik perusahaan atau presiden perusahaan tapi
kedudukanku saat ini adalah hasil dari kerja kerasku murni tak ada
campur tangan darinya.
“Hai Kak .. makan siang bareng kak Reza. Katanya si dia mau kesini. Kakak ikut aja makan bareng kami.” Ajakku
“Boleh-boleh, nanti samperin aku ke ruangan ya ?”
“Oke deh kak ..”
Beginilah
kami, jika tak ada karyawan kita menggunakan bahasa non formal. Tapi
kalau ada karyawan saat bekerja kita sepakat untuk professional. Jam
makan siangpun datang, aku menunggu Reza di ruanganku. Beberapakali aku
sms namun tak ada balasan, begitu juga dengan telepn tak ada jawaban
yang pasti. Hingga pada akhirny jam makan siang berakhir, Reza masih
diam tak ada kejelasan. Aku berfikir positif, mungkin dia sedang sibuk.
Takmungkin juga aku menghubingi sekertarisnya. Mendengar namanya saja
aku bisa terbakar api cemburu apaagi jika harus menelponnya menanyakan
Reza padanya.
“Vi, kamu ggak makan siang tadi ya ?” Tanya Kak Yayat di dalam lift.
“Maaf
kak, tadi aku lupa memberitahu kamu. Reza nggak dateng tadi, entah dia
kemana. Aku hubingi dia tapi nggak ada jawaban.” Raut wajahku sedikit
kecewa
“Mungkin dia ada rapat mendadak. Kamu nggak telpon ke kantornya ?”
“Nggak kak, biar saja. Nanti kita juga bertemu di rumah.”
“aku antar kamu pulang ya ?
Aku mengangguk, aku menerima ajakannya. Kebetulan Rumah Kak Yayat yang kebetulan masih satu komplek perumahan dengan kami.
“Kak gimana kabar bagas ?” Aku menanyakan kabar bagas anak dari kak Yayat yang kemarin habis sakit.
“Alhamdulillah
sudah sehat, Maminya sangat cekatan dan tanggap kalau anaknya sakit.
Bahkan suaminya sendiri juga di lupakan.” Cerita Kak Yayat sambil
menyetir
“Jangan blang kamu cemburu ?” Ledekku
“Ya sedikit,
tapi ya memang begitulah ibu-ibu. Nanti kalau kam punya anak, kamu pasti
akan mersakan kalau duniamu ta lagi untuk Reza, tapi untuk anakmu.”
“Iya kah .. aku masih tak percaya ..”
“Kamu boleh buktikan kata-kataku.”
Kami
berdua tertawa terahak. Dari sekian banyak keluarga Reza hanya Yayatlah
yang paling deat denganku. Selain karena kita satu kerjaan, setiap kali
aku dan rza ada masalah aku selalu curhat kepadnya begitu dengan Reza.
Jadi dia sangat tahu bagaimana hubungan kami dari awal perkenalan hingga
kami berdua memutuskan untu menikah.
……..
Pukul Sembilan
malam, Reza tak kunjung juga pulang. Masakanku juga sudah dingin mungkin
tak enak lagi untuk dimakan. Fikiranku sudah melayang kemana-mana, di
tambah lagi hp Reza kini tak aktif. Aku bolak-balik keluar masik rumah
hanya untuk menunggu kedatangan suamiku itu, namun tanda-tanda
kepulangannyapun belum juga terlihat.
Malam ini aku sangat merasa
kesepian, entah sudah berapa kali aku menegok jam dinding yang
tergantung di ruang tamu. Akupun lelah dan akhirnya memutuskan untuk
tidur terlebih dahulu, meskipun sejujurnya hati ini tak tega membiarkan
suamiku pulan tanpa sambutan.
Tak selang berapa lama aku yang
terbangun dari tidur nyanyakku untuk ke kamar mandi, mendengar suara
mobil masuk ke garasi rumah. Aku melihat jam kecil di meja lampu
tidurku. Jam sebelas malam, dari mana saja dia. Batinku terus
bertanya-tanya dengan kesal. Aku mengambil hpku mengecek adakah pesan
atau panggilan dari Reza namun hasilnya nihil. Itu berarti selama tidur
tadi dia tak menghubungi aku, hingga akhirnya dia pulang hamper tengah
malam.
Aku menarik selimutku kembali, aku tak ingin menyapanya.
Hati ini mulai marah terbakar rasa kesal yang mendalam. Namun sebelumnya
aku sudah menyiapkan air hangat di kamar manid dan pakain ganti
untuknya. Aku mendengar langkah kakinya menaiki anak tangga, malam yang
sunyi sangat mudah untukku menangkap suara langkah itu. Tak selang
berapa pintu kamarkupun terbuka. reza sangat mudah masuk karena sengaja
tak aku konci. Dia menyalakan lampu kamar hingga terasa sangat terang
dimataku yang pura-pura terlelap.
“Vi ..” Panggil Reza lirih
Aku
sengaja tak menjawabnya hingga beberapa kali, aku lupa tidak menyiapkan
air putih di kamar. Mungkin dia sedikit kesal karena aku tak membalas
panggilannya. Akhirnya dia kembali turun menuju dapur dan kembali ke
kamar dengan membawa satu botol air putih beserta gelasnya.
Sementara
Reza mandi aku yang tak tega langsung bangun dari tidur pura-puraku.
Langsung saja aku mengemasi tasnya yang tergletak diatas kasur.
Meletakknnya di tempat kerjanya. Aku juga menghangatkan beberapa makan,
mungkin saja dia belum makan dan lapar.
“Hai … sudah bangun ..” Ucap Reza saat keluar dari kamar mandi
“Makasih ya air hangatnya.”
“Makanlah dulu sebelum tidur, aku sudah menyiapkannya di bawah.” Ucapku lalu kembali memposisikan tubuhku di kasur.
“Kamu ngak mau nemenin aku makan ?” Reza mendekat kea rah kasur dan duduk tepat di ujung kakiku
“Makanlah sendiri, aku ngantuk.”
“Baiklah ..”
Reza
makan sendiri di bawah, aku menengoknya sebentar. Rupanya dia sudah
selesai dan sedang membereskan meja. Mencuci piring dan gelas yang ia
gunakan. Dan setelah itu kembali ke kamar berbaring di sampinku
“Jangan hokum aku seperti ini Vi ..” Reza memecahkan keheningan malam
“Aku
tahu kamu kesel bahkan marah, maaf ya. Lain kali aku janji hal ini tak
akan terulang lagi.” Jelasnya sambil memelukkudari belakang
“Tidurlah, aku tak mau berdebat.”
Seiring
dengan jarum jam yang berjalan. Suara riuh beberapa kendaraan penghuni
rumah di perumahan ini sudah terdengar. Adzan subuhpun telah
berkumandang dengan lantangnya, salng bersautan antar masij yang satu
dan masjid yang lainnya. Aku terbangun dari tidurku, membangunkan
suamiku yang masih sangat mengantuk dan kelelahan. Membersihkan diri dan
menunakan yang wajib.
Seperti biasa selepas sholat kita berdua
sengaja untuk membiasakan diri mengaji. Reza membimbingku dengan
telaten. Dia yang begitu fasih dalam membaca Al-Quran begitu sangat
sabar dalam membimbingku, meskipun aku sudah lancar, namun masih jauh
dari kemampuan dia. Lepas itu aku membuatkannya sarapan dan kita
sama-sama bersiap untuk kekantor sebelum akhirnya kita menyantap sarapan
ayang sudah aku buat.
“Kemarin seharian kamu kemana, bahkan sampai malam tak ada kabar ?” aku meminta penjelasan darinya
“Kemarin aku ke puncak bertemu klien. Aku berangkat dar kantor pas jam makan siang dan embali dari sana pukul delalapan malam.”
“Senangnya jalan sama sekertaris seharian sampai lupa ngabarin istrnya sendiri ?”
“Vi, jangan mulailah.”
“Siapa yang mulai, itu kenyataannya.” Aku tak lagi nafsu makan
“Tolong ngertiin aku, jangan sedikit-sedikit marah .” Reza kesal dan menaruh sendoknya dengan keras.
“Aku
heran sama kamu Za, dimana letak fikiran kamu coba. Dulu aku mungkin
cuek sama kamu, kamu mau pulang kerja jam berapa silahkan monggo
terserah saja. Tapi aku ini istri kamu za, wajar kalau aku Tanya dan
khawatir. Lagi apa suamiku, sama siapa, udah makan atau belum. Hanya sms
sekali aja balas pesan aku kamu aja nggak bisa.”
Pertengkaran
pagi inipun tak bisa terelakkan, seandainya saja kita tak masuk kantor
mungkin akan terus berlanjut pertengkaran ini pagi ini. Aku berangkat
dengan mobilku begitu dengan Reza. Tanpa ada pamit aku pergi terlebih
dahulu, Reza memandangi mobilku yang melaju terlebih dahulu. Setelah itu
mungkin dia juga ikut berangkat jalan di belakangku.
“Bu … bu Evi …” Panggil sekertarisku
“Ya gimana Nia ?” Jawabku kaget
“Ibu nggak apa-apa ?”
“Nggak… Kenapa ?”
“Hari ini kita ada kunjugan dari perusahaan Pak Reza bu, apa ibi mau ikut menemuinya ?”
Aku
hamper lupa kalau kemarin kita sepakat untuk bekerja sama dengan
perusahaan dimana Reza bekerja. Dan hari ini rencananya ada kunjungan ke
pabrik, tapi sepertinya moodku sedang hilang untuk menemuinya. Biarlah
saja Kak Yayat yang turun langsung, toh hanya Reza yag datang beserta
sekertarisnya. Akupun bisa manyuruh Kania sekertarisku untuk
mengantikanku.
“bu … “ Kania membangunkanku lagi dari lamuman.
“Aku
sedikit tidak enak badan, lagi pula aku mau mengreksi beberapa berkas.
Tolongkamu gantikan saya dan ikut mendampingi pak Yayat menemui Pak Reza
ya ?” Aku memohon
“Baiklah Bu, biar nanti saya hubungi pak Yayat.”
“Ya sudah, makasih ya ?”
Aku
pergi ke dapur kantor untuk membuat minuman hangat, penyegar tubuh.
Beberapa office boy ingin membantuku tapi aku menolaknya. Aku masih bisa
melaukannya sendiri. Aku melewatkan pertemuan itu, aku sudah mengrimkan
pesan pribadi kepada kak Yayat. Kak Yayat mengizinkanku kali ini,
meskipun sedikit berat karena bagaimanapun seharusnya aku bisa berlaku
professional. Jujur aku masih sakit hati dengan perkataan reza pagi tadi
hingga membuat aku tak ingin bertemu dengan dia dulu.
……… Pabrik …..
“Kamu marahan lagi sama istrimu za ?:” Tanya Kak Yayat saat selesai berkeliling
“Iya, aku berantem lagi gara-gara kemarin seharian nggak ngabarin dia.”
“kamu pulang jam berapa kemarin .. ?”
“Jam sebelas ..”
“Dari pagi hingga malam kamu nggak kabari dia ?”
“Nggak …”
“Jelaslah Istrimu marah, kamu tuh ya gila Za. Emang nggak ada waktu ya semenit aja buat kasih tahu dia ?”
“Kau tahu sendiri kalau aku lagi fokus kerja aku pasti lupa segalanya.”
Yayat
memberi nasehat kepada Reza agar tidak mengulangi hal serupa. Dia juga
nggak mau masalah rumah tangga mereka berakibat fatal buat dengan
pekerjaan evi di kantor. Yayat ingin evi tetep fokus dengan
pekerjaannya.
…… Satu Tahun Pernikahan ……….
Ternyata
kehidupan setelah pernikahan bukanlah kehidupan yang mudah dan
sederhana, sesederhana masa pendekatanan dulu. Banyak sekali yang
berbeda, dan aku sudah merasakannya. Satu tahun sudah perjalanan
pernikahanku dan Reza. Sedikit demi sedikit kita belajar untuk
menyesuaikan diri. Mulai dari kita berdua bangun tidur hingga tidur
lagi. Banyak sekali pelajaran yang harus aku pelajari, aku belajar dari
ibu dan mertuaku. Bahkan kadang aku bertanya kepada sahabat-sahabatku
yang sudah lebih dahulu berumah tangga.
Kesibukanku seakin hari
semakin padat saja di kantor, bahkan kadang aku pulang lebih larut di
bandingkan Reza yang mulai santai dengan pekerjaannya. Aku merasa tak
enak hati jika selalu pulang telat, seharusnya aku yang berdiri di depan
pintu rumah menyambutnya. Bukan dia yang menyambut diriku saat pulang.
Bahkan terkadang dia yang menyiapkan makan malam untuk kami, sampai
sekarang kami tidak memakai pembatu. Kami ingin mengurus semuanya
sendiri, mandiri.
Pertengkaran yang biasanya menghiasi rumah kami
sekarang sedikit berkurang, Reza sudah faham dengan mauku begitupun
denga dia. Kita berdua memutuskan jika disetiap malam sebelum mata kami
terlelap, kami akan saling berkomunikasi menceritakan aktivitas kami,
serta saling mengkritik untuk menghindari pertengkaraan hebat seperti
dulu. Kami tahu kehidupan pernikahan kami masih sangat muda, jika kita
tidak berhati-hati maka bisa fatal akibatnya.
“yang, kamu seriusan
mau nglepasin pekerjaanmu di tempat kak Yayat ?” reza menyakinkan
kembali niatku yang ingin keluar dari perusahaan saudaranya itu
“Iya,
aku ingin jadi ibu rumah tangga aja. Toh aku masih bisa mengerjakan
yang lain sambil fikir-fikir nanti.” Jelasku yang ingin memulai usaha
rumahan saja
“kalau memang itu sudah menjadi keputusanmu, aku si terserah kamu aja deh.”
“Tapi kamu setuju ?”
“Aku setuju…”
Hari-hariku
dan Reza kini begitu bahagia, apalgagi setelah aku lepas dari
perusahaan dan aku abdikan diriku sepenuhnya kepada suamiku. Kami masih
menjalani hidup berduasaja. Kita belum dikaruani tuhan momongan seperti
pasangan yang lain. Tapi kami anggap ini sebagai pendalaman agar kami
bisa saling memahami lagi satu dan yang lainnya. Usia pernikahan kami
saja masih muda.
“Hai .. kenapa melamun ?” Tanya Reza yang menghampiri aku yang sedang duduk di tepian kolam renang.
“Nggak apa-apa, mau berenang ?” tanyaku mengalihkan
“malam-malam gini kamu suruh aku berenang, tega ya ?” ucap reza sambil membelai hangat kepalaku.
“Siapa tahu …”balasku tersenyum
“Kak
tak terasaya satu tahun sudah kita jalani pernikahan ini. Aku masih tak
percaya saja dengan semua ini.” Curhatku di bawah langit malam yang
bertaburan bintang
“Nggak Cuma kamu, akupun seperti itu. Makasih
ya sudah membalas rasa cintaku, makasih sudah sabar mendampingi aku,
makasih juga udah nggak marah-marah lagi.”
“Ini nih yang aku nggak
suka, awalnya manis belakangnya ..” aku ketawa mendengar ucapan reza
yang berterimakasih karena aku tak marah-marah lagi padanya.
Kami
saling tertawa berdua di tepian kolam, sambil menikmat hembusan yangin
malam yang lama-kelamaan menusuk ke tulang-tulang tubuh kami. Dingin,
namun rasanya kami tak ingin beranjak dari tempat ini. Hiasan taburan
bintang di langit sangat sayang untuk kami berdua lewatkan. Keindahan
yang gratis ini untuk kami nikmati begitu sangat mempesona. Hingga
dinginnya malampun rela kami berdua terjang demi untuk menikmatinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar